Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merilis data penindakan pelanggaran kode etik profesi sepanjang tahun 2025. Total terdapat 9.817 keputusan sidang etik yang telah dijatuhkan, dengan 689 anggota di antaranya dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Irwasum Polri Komjen Wahyu Widada menyatakan bahwa dari 9.817 keputusan sidang kode etik profesi, rincian sanksi yang diberikan meliputi 2.707 sanksi etik berupa pernyataan perbuatan sebagai perbuatan tercela, 1.951 permintaan maaf secara lisan dan tertulis, 1.709 sanksi penempatan dalam patsus selama 30 hari, 1.196 sanksi demosi, 689 sanksi PTDH, 637 sanksi penundaan kenaikan pangkat dan pendidikan, serta 44 sanksi lainnya.
“Pada tahun 2025 ini, Polri telah menjatuhkan 9.817 keputusan sidang kode etik profesi Polri yang terdiri dari 2.707 sanksi etik berupa pernyataan perbuatan sebagai perbuatan tercela, 1.951 permintaan maaf secara lisan dan tertulis, 1.709 sanksi patsus selama 30 hari, 1.196 sanksi demosi, 689 sanksi pemberhentian tidak dengan hormat, 637 sanksi tunda langkat dan pendidikan, dan 44 sanksi lainnya,” ujar Komjen Wahyu Widada dalam rilis akhir tahun 2025 di Mabes Polri, Selasa (30/12/2025).
Selain itu, sepanjang tahun 2025, Polri juga telah menjatuhkan 5.061 keputusan disiplin kepada personel yang melakukan pelanggaran disiplin. Dari jumlah tersebut, 364 personel dikenai sanksi demosi.
“Polri telah menjatuhkan sebanyak 5.061 putusan sidang disiplin dengan beberapa sanksi terkait pembinaan antara lain 1.711 penempatan dalam tempat khusus, 1.289 sanksi teguran tertulis, 804 sanksi tunda pendidikan, 510 sanksi tunda pangkat, 364 sanksi demosi, dan 393 sanksi lainnya,” jelasnya.
Komjen Wahyu menekankan bahwa data sanksi ini merupakan cerminan transformasi Polri menuju organisasi yang lebih akuntabel, transparan, dan berorientasi pada perbaikan berkelanjutan. Ia menegaskan bahwa setiap pelanggaran yang terjadi akan ditindak tegas tanpa ditutup-tutupi.
“Di mana pelanggaran yang terjadi ditindak dengan tegas, tidak ditutup-tutupi, diproses secara terbuka, dan dijadikan sebagai instrumen pembelajaran institusional dalam memperkuat integritas dan profesionalisme anggota,” imbuhnya.






