Berita

KUHP Baru: Siapa Saja yang Berpotensi Dijatuhi Pidana Kerja Sosial?

Advertisement

Jakarta – Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026. Salah satu inovasi yang diatur dalam KUHP baru ini adalah pidana kerja sosial. Pertanyaannya, siapa saja yang dapat dikenai sanksi ini?

Jenis Pidana Pokok dalam KUHP Baru

Merujuk pada KUHP baru, Pasal 65 menguraikan sejumlah jenis pidana pokok. Pidana pokok ini meliputi pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, dan yang terbaru, pidana kerja sosial. Urutan pidana ini juga menentukan berat atau ringannya hukuman yang dijatuhkan.

Kriteria Terdakwa Pidana Kerja Sosial

Pasal 85 ayat 1 KUHP baru secara spesifik mengatur siapa yang dapat dijatuhi pidana kerja sosial. Pidana ini dapat dikenakan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara kurang dari 5 tahun, dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (setara dengan Rp 10 juta).

Sebelum menjatuhkan pidana kerja sosial, hakim wajib mempertimbangkan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut mencakup pengakuan terdakwa atas perbuatannya, kemampuan kerja terdakwa, latar belakang agama, kepercayaan, keyakinan politik, hingga kemampuan terdakwa untuk membayar denda.

Pelaksanaan dan Durasi Pidana Kerja Sosial

KUHP menegaskan bahwa pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersilkan. Durasi pidana kerja sosial ditetapkan paling singkat 8 jam dan paling lama 240 jam. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Pasal 85 ayat (5), yang menyatakan bahwa pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 jam dalam satu hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 bulan. Pertimbangan dalam pengangsuran ini mencakup kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang bermanfaat.

Bagi terpidana yang mangkir dari pidana kerja sosial tanpa alasan yang sah, konsekuensinya adalah mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut, menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang sebelumnya diganti dengan pidana kerja sosial, atau membayar seluruh atau sebagian denda yang diganti.

Advertisement

Pengawasan dan Putusan Pengadilan

Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial akan dilakukan oleh jaksa, sementara pembimbingan akan dijalankan oleh pembimbing kemasyarakatan. Putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial harus memuat beberapa elemen penting, yaitu:

  • Lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim.
  • Lama pidana kerja sosial yang harus dijalani, termasuk jumlah jam per hari dan jangka waktu penyelesaian.
  • Sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang telah dijatuhkan.

Dalam penjelasan Pasal 85, pidana kerja sosial dapat diterapkan sebagai alternatif bagi pidana penjara jangka pendek dan denda ringan. Pelaksanaannya dapat dilakukan di berbagai institusi sosial seperti rumah sakit, panti asuhan, panti lansia, sekolah, atau lembaga sosial lainnya, dengan penyesuaian terhadap profesi terpidana.

Penjelasan Mahkamah Agung

Menjelang berlakunya KUHP baru, Mahkamah Agung (MA) telah memberikan penjelasan mengenai mekanisme putusan pidana kerja sosial. Ketua Kamar Pidana MA, Prim Haryadi, menjelaskan bahwa hakim akan membacakan amar putusan yang mencakup durasi pidana kerja sosial. “Mengacu kepada Pasal 85 KUHP tersebut, dikatakan bahwa kerja sosial itu tidak boleh lebih dari 6 bulan masanya. Oleh karenanya, hakim dalam menjatuhkan pidana kerja sosial harus menyebutkan dalam satu hari itu berapa jam. Kemudian dalam satu minggu itu berapa hari terdakwa harus melakukan kerja sosial dan menyebutkan di mana tempat kerja sosial itu dilakukan. Apakah di rumah sakit, apakah di rumah-rumah ibadah, gitu ya,” ujar Prim Haryadi di Gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).

MA dan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah berkoordinasi terkait putusan pidana kerja sosial. Kejagung berharap MA dapat mengatur durasi, sementara lokasi kerja sosial akan disesuaikan dengan kondisi daerah. Namun, MA menyatakan bahwa mekanisme lebih lanjut masih dalam tahap pembahasan.

Advertisement