Film Exhuma, sebuah karya sinema Korea Selatan, berhasil memukau jutaan penonton di Indonesia. Kesuksesan fenomenal ini tak lepas dari faktor resonansi budaya yang kuat antara kedua negara, demikian diungkapkan oleh Chief Marketing Officer CGV Indonesia, Ssun Kim.
Kesamaan Budaya Jadi Kunci
Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan The Korea Foundation, Ssun Kim memaparkan bahwa Exhuma meraih 2,6 juta penonton di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa elemen budaya yang ditampilkan dalam film tersebut sangat selaras dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia.
“Jadi dari film Exhuma ini, budaya yang keluar dari filmnya itu sangat mempunyai resonansi atas budaya yang ada di Indonesia,” ujar Ssun Kim, yang kemudian diterjemahkan dari bahasa Korea.
Salah satu aspek yang paling disorot adalah penggambaran prosesi pemakaman. Berbeda dengan praktik kremasi yang umum di Korea, Exhuma menampilkan penguburan jenazah. Hal ini sangat relevan bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam, di mana kremasi dilarang dan penguburan menjadi cara yang diwajibkan.
“Dan juga di film ini untuk pemakamannya itu kan nggak pakai kremasi, yaitu ceritanya itu mengenai dikubur. Nah, itu juga sangat resonate sama orang-orang di Indonesia yang biasanya kalau misalnya emang ada yang meninggal itu, kebanyakan dari orang-orang yang dari agama Muslim itu pasti kan enggak boleh dikremasi, bolehnya itu adalah dikubur,” jelas Ssun Kim.
Diskusi yang melibatkan para jurnalis muda dari program Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea 2025 ini juga menggali lebih dalam faktor-faktor lain. Muncul pendapat bahwa kesamaan budaya, termasuk pengalaman sejarah kolonisasi Jepang di Korea, turut berkontribusi pada daya tarik film ini bagi penonton Indonesia. Selain itu, selera pasar yang sama terhadap genre horor yang diangkat dari cerita rakyat juga menjadi poin penting.
Potensi Pasar Indonesia yang Besar
Ssun Kim juga membeberkan alasan mengapa film-film Korea Selatan secara strategis menyasar pasar Indonesia. Ia menyoroti beberapa faktor kunci:
- Populasi Besar dan Demografi Muda: Indonesia dengan lebih dari 286 juta penduduk merupakan pasar terbesar keempat di dunia, dengan mayoritas populasi berusia muda yang aktif mengonsumsi konten hiburan.
- Pertumbuhan Konektivitas Internet: Sekitar 80,5% dari populasi Indonesia, atau sekitar 230 juta orang, memiliki akses internet, membuka peluang distribusi konten digital yang luas.
- Peningkatan Daya Beli: Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang pesat, memungkinkan lebih banyak masyarakat untuk mengakses layanan berbasis langganan seperti OTT, serta membeli tiket bioskop dan produk hiburan lainnya.
- Audiens Online yang Terlibat: Generasi milenial dan Gen Z di Indonesia sangat aktif dalam mengonsumsi, membagikan, dan mendiskusikan konten media di media sosial, menciptakan ekosistem promosi yang dinamis.
Film Exhuma sendiri telah menorehkan prestasi gemilang, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di kancah internasional. Film ini meraih Special Jury Award di Sitges Film Festival dan empat penghargaan di Baeksang Arts Awards, termasuk Best Director, Best Actress (Kim Go Eun), Best New Actor (Lee Do Hyun), dan Technical Award (Sound). Sejak tayang perdana di Korea Selatan pada Februari 2024, Exhuma telah ditonton oleh 12 juta orang di negara asalnya sebelum akhirnya sukses besar di Indonesia.
Film thriller misteri ini mengisahkan dua dukun muda yang bekerja sama dengan ahli bedah mayat dan paranormal untuk menyelamatkan sebuah keluarga kaya dari ancaman arwah leluhur yang bangkit dari makam di desa terpencil.






