Mahkamah Agung (MA) telah membentuk panitia seleksi (pansel) untuk mencari pengganti hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang dijadwalkan pensiun tahun depan. Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Suharto, didapuk sebagai ketua pansel tersebut.
Kriteria Hakim Ideal Versi Ketua MA
Ketua MA, Sunarto, mengungkapkan bahwa pembentukan pansel ini telah dilakukan sekitar dua bulan lalu. Ia menjelaskan bahwa pansel ini tidak hanya diisi oleh internal MA, tetapi juga melibatkan akademisi dan para teknokrat dari berbagai perguruan tinggi.
“Mahkamah Agung telah membuat pansel, panitia seleksi. Itu kurang lebih saya tanda tangani mungkin 2 bulan yang lalu pansel-nya. Ketuanya adalah Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Bapak Suharto, yang kebetulan hari ini lagi umrah beliau,” ujar Sunarto kepada wartawan di gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).
Sunarto menekankan pentingnya dua aspek fundamental bagi seorang hakim konstitusi: ilmu dan iman. Ia mengibaratkan kombinasi keduanya sebagai kunci untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.
“Dan melibatkan para teknokrat, melibatkan para intelektual dari beberapa kampus, akademisi dilibatkan. Agar kita memilih yang benar-benar, ya sekali lagi bagi saya bagi seorang hakim itu harus punya ilmu dan punya iman,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sunarto memberikan analogi yang mendalam mengenai pentingnya keseimbangan antara ilmu dan iman. Ia membandingkan ilmu tanpa iman dengan ‘pelita di tangan pencuri’, yang berpotensi disalahgunakan. Sementara itu, iman tanpa ilmu diibaratkan sebagai ‘pelita di tangan bayi’, yang meskipun niatnya baik, namun kurang memiliki kemampuan untuk mengarahkan.
“Saya ibaratkan ilmu tanpa iman, itu orang bijak mengatakan, ibarat pelita di tangan pencuri. Tetapi iman saja tanpa ilmu, ibarat pelita di tangan bayi. Bayi orang baik, tapi karena tidak punya ilmu? Karena bayi tidak tahu apa-apa. Iya kan? Sama,” paparnya.
Oleh karena itu, Sunarto menegaskan bahwa jabatan hakim MK tidak boleh diberikan kepada individu yang tidak memiliki pemahaman memadai. Kemampuan dan kecerdasan saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan landasan moral dan spiritual yang kuat.
“Jabatan diberikan pada orang yang enggak tahu apa-apa, berisiko. Tapi juga jabatan diberikan pada orang yang pintar, smart, tahu apa-apa tapi tidak punya iman, ya itu berisiko juga. Nggak takut sama Tuhan. Iya kan,” terang Sunarto.
Ia menambahkan, keberadaan iman akan menjadi benteng moral yang mencegah hakim melakukan pelanggaran, bahkan tanpa adanya pengawasan eksternal yang ketat.
“Paling kalau penegak hukum, ya kalau, ‘Ya lagi sial saja’, iya? Tapi kalau sudah ada waskat, pengawasan oleh malaikat, mereka nggak akan macam-macam. Ada penegak hukum atau tidak, dia nggak akan melanggar, karena itulah iman, kira-kira seperti itu,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi terdiri dari sembilan orang hakim konstitusi yang berasal dari usulan tiga lembaga negara: Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Mahkamah Agung (MA), masing-masing mengusulkan tiga hakim.






