Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto menekankan pentingnya integritas dan keimanan bagi seorang hakim, bahkan lebih dari sekadar kecerdasan. Ia menegaskan bahwa hakim yang cerdas namun tidak memiliki rasa takut kepada Tuhan dan pengawasan ilahi, justru berpotensi menimbulkan risiko besar.
Kecerdasan Tanpa Iman Berbahaya
Pernyataan ini disampaikan Sunarto saat menjelaskan pembentukan panitia seleksi (pansel) untuk mencari pengganti hakim konstitusi Anwar Usman yang akan pensiun tahun depan. Menurut Sunarto, memberikan jabatan hakim kepada orang yang tidak kompeten adalah berisiko, namun memberikan kepada orang yang pintar tetapi tidak beriman juga sama berbahayanya.
“Jabatan (hakim) diberikan pada orang yang enggak tahu apa-apa, berisiko. Tapi juga, jabatan diberikan pada orang yang pintar, smart, tahu apa-apa tapi tidak punya iman, ya itu berisiko juga. Enggak takut sama Tuhan. Iya kan?” ujar Sunarto dalam acara Apresiasi dan Refleksi Mahkamah Agung 2025 di gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (30/12).
Ia menambahkan, hakim yang tidak memiliki rasa takut kepada Tuhan cenderung melakukan perbuatan tercela dan menganggap enteng masalah. Sebaliknya, jika hakim memiliki iman yang kuat, pelanggaran akan diminimalisir.
“Paling kalau penegak hukum, ya, kalau, ‘ya lagi sial saja’, iya? Tapi kalau sudah ada waskat, pengawasan oleh malaikat, mereka enggak akan macam-macam. Ada penegak hukum atau tidak, dia enggak akan melanggar, karena itulah iman, kira-kira seperti itu,” jelasnya.
Proses Seleksi Hakim Konstitusi
Sunarto juga memaparkan bahwa pansel yang dibentuk untuk mencari pengganti Anwar Usman melibatkan berbagai elemen masyarakat. Mulai dari kalangan teknokrat, intelektual, hingga akademisi.
“(Pansel) melibatkan para teknokrat, melibatkan para intelektual dari beberapa kampus, akademisi dilibatkan. Agar kita memilih yang benar-benar, ya sekali lagi bagi saya bagi seorang hakim itu harus punya ilmu dan punya iman,” imbuhnya.
Hakim Bukan Malaikat, Tapi Juga Bukan Setan
Sebelumnya, pada Mei 2025, Sunarto pernah menyinggung perihal malaikat dalam konteks yang berbeda. Saat itu, ia menyatakan bahwa hakim tidak bisa diharapkan menjadi malaikat, namun juga tidak seharusnya bertindak layaknya setan.
“Memang kita semua, hakim, tidak bisa dipikir menjadi malaikat semua. Hakim juga manusia,” kata Sunarto saat memberikan pengarahan dalam acara pembinaan di kantor MA RI, Jakarta Pusat, Jumat (23/5) lalu.
Namun, ia menekankan bahwa status manusiawi tersebut bukan alasan bagi hakim untuk berperilaku buruk. “Tapi hakim jangan jadi setan semua. Manusia adalah pertarungan antara malaikat dan setan. Lebih kuat yang mana? Lebih condong ke malaikat atau condong ke setan?” tuturnya.






