Komisi Yudisial (KY) telah mengirimkan rekomendasi pemberian sanksi terhadap majelis hakim yang mengadili perkara mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Rekomendasi ini merupakan hasil dari proses pengusutan atas laporan yang diajukan oleh Tom Lembong.
Kasus ini bermula ketika Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta dalam kasus korupsi impor gula. Vonis tersebut dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Dennie Arsan Fatrika, dengan anggota Purwanto S Abdullah dan Alfis Setyawan. Majelis hakim menyatakan perbuatan Tom Lembong telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 194 miliar, yang menurut hakim merupakan keuntungan yang seharusnya diperoleh PT PPI selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meskipun demikian, majelis hakim menyatakan Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi tersebut dan tidak dibebankan uang pengganti.
Vonis tersebut kemudian dilawan oleh Tom Lembong dengan mengajukan banding. Permohonan banding didaftarkan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 22 Juli 2025. Namun, nasib Tom Lembong berubah drastis pada Kamis, 31 Juli 2025, ketika pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat untuk memberikan abolisi. Pemberian abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto menghentikan proses peradilan yang sedang berjalan, termasuk upaya banding yang telah diajukan Tom Lembong. Ia kemudian dibebaskan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cipinang pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Tom Lembong Laporkan Hakim ke KY
Pada hari yang sama, Jumat, 1 Agustus 2025, pihak Tom Lembong menyatakan telah melaporkan majelis hakim yang menyidangkan perkaranya ke Komisi Yudisial (KY). Tom Lembong sendiri mendatangi gedung KY pada Senin, 11 Agustus 2025.
“Menindaklanjuti laporan kami ke Komisi Yudisial. Mengenai kekhawatiran proses sidang, terutama perilaku para hakim ya, majelis hakim,” kata Tom Lembong di gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025). Ia menambahkan bahwa ia ingin memanfaatkan momentum abolisi untuk mendorong perbaikan sistem peradilan.
“Ya supaya bersama-sama kita bisa memanfaatkan momentum dari abolisi ini untuk mendorong perbaikan yang dapat kita dorong. Sayang kan kalau momentum ini tidak dimanfaatkan untuk kebaikan bersama ya,” ujarnya. Ketua KY saat itu, Amzulian Rifai, menyatakan bahwa lembaganya akan menindaklanjuti laporan tersebut dan menjamin tidak akan ada pembedaan dalam penanganannya.
“KY tentu akan menindaklanjuti laporan ini sesuai dengan kewenangan yang ada pada kami. Tidak ada pembedaan, sama dengan laporan-laporan yang lain,” kata Amzulian Rifai.
KY Kirim Rekomendasi Sanksi ke MA
Pada Selasa, 23 Desember 2025, KY mengumumkan bahwa mereka telah menyelesaikan rekomendasi sanksi untuk hakim yang menyidangkan kasus Tom Lembong. Rekomendasi tersebut telah dikirimkan ke Mahkamah Agung (MA).
“Yang Tom Lembong itu sudah selesai. Tinggal proses administrasi untuk penjatuhan sanksi ke MA,” ujar Anggota KY Abhan di Gedung KY, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). KY menyatakan bahwa tiga hakim terlapor terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Usulan sanksi yang diberikan adalah sanksi sedang berupa hakim nonpalu selama enam bulan.
Petikan amar putusan tersebut merujuk pada sejumlah pasal dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang KEPPH juncto Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf c, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 14 Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH.
Rekomendasi sanksi ini diambil dalam sidang pleno KY pada Senin, 8 Desember 2025, yang dihadiri oleh lima komisioner KY periode sebelumnya. Tindak lanjut rekomendasi sanksi tersebut kini berada di tangan MA. Juru Bicara MA, Yanto, menyatakan bahwa MA belum menerima surat rekomendasi tersebut dan akan melakukan pengecekan lebih lanjut mengenai poin pelanggaran yang terjadi, apakah masuk ranah etik atau teknis.






